Bismillahirrahmanirrahim. ------ Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ---- Ahlan wa sahlan wa marhaban biqudumikum lana. Selamat datang di blog ini, semoga bisa memperoleh hikmah di dalamnya.----

Jumat, 16 September 2011

Menikmati Berkah "Guru Tua"


(http://beritadaerah.com/) Sekitar 25 ribu orang memadati sepanjang jalan SIS Aljufri di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Ahad, 11 September 2011.

Mereka sedang menghadiri peringatan ke-43 wafatnya (haul) pendiri Alkhairaat Habib Sayyid Indrus bin Salim (SIS) Aljufri atau yang biasa dikenal "Guru Tua."

Menteri Sosial Salim Seggaf Aljufri yang juga Ketua Dewan Pembina Alkhairaat dalam acara itu mengatakan, Haul Guru Tua bukan hanya ajang seremonial saja tapi harus bisa membawa berkah bagi masyarakat.

Dia mengatakan, meski Guru Tua telah wafat puluhan tahun silam tetapi keberadaannya dan berkahnya tetap dirasakan masyarakat.
Suasana Haul Guru Tua 2011- Foto Media Indonesia

Salah satu cucu Guru Tua ini mencontohkan berkah yang dinikmati warga Palu dan sekitarnya pada saat sang Guru.

"Hotel-hotel penuh, dan harga tiket pesawat murah. Itu menunjukkan berkah yang dapat dinikmati secara langsung," kata Salim Seggaf Aljufri.

Berkah itu, menurut Salim Seggaf Aljufri, bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, dan itu artinya peningkatan kesejahteraan.

Haul Guru Tua yang diperingati setiap 12 Syawal juga memberi berkah kepada masyarakat di sekitar Jalan SIS Aljufri.

Saat itu, kaum wanita dan anak-anak menjajakan pernak-pernik, seperti foto, stiker, gantungan kunci, atau hiasan dinding bergambar Guru Tua.

Selain itu, ada juga yang menjual parfum atau perlengkapan ibadah, seperti tasbih atau peci.

Berkah lain adalah, karya-karya syair dan sastra Guru Tua yang bisa dinikmati melalui hasil rekaman berupa kaset buku yang bisa dimiliki oleh masyarakat.

Selain itu, terdapat pula nada dering telepon genggam yang bisa diunduh warga.

"Semua berkah Guru Tua itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan Alkhairaat sendiri," ujarnya.


Guru Tua

Guru Tua lahir di Hadramaut, Yaman, 15 Sya`ban 1309 Hijriah atau 15 Maret 1892. Ia bersama rombongan pertama kali menginjakkan kaki di Pelabuhan Wani, Donggala, Sulawesi Tengah pada 1929.

Kedatangannya di Wani atas ajakan masyarakat Arab melalui saudara Sayyid Idrus untuk mendirikan madrasah.

Pemerintah Belanda yang saat itu menduduki Donggala tidak memberikan izin pendirian madrasah karena dianggap bisa memengaruhi pemikiran rakyat saat itu.

Guru Tua akhirnya mendirikan sekolah di Palu, sekitar 30 kilometer dari Wani. Madrasah tersebut bernama Alkhairaat. Lewat madrasah ini, Guru Tua menyebarkan agama Islam hingga ke wilayah timur Indonesia, seperti Ternate dan Maluku.

Hingga saat ini Alkhairaat telah memiliki lebih dari 1.700 unit sekolah dan 43 pondok pesantren, satu perguruan tinggi, rumah sakit, dan sejumlah unit usaha lainnya yang tersebar di wilayah timur Indonesia.

Guru Tua wafat pada 22 Desember 1969 atau 12 Syawal 1389 Hijriah. Guru Tua dimakamkan di tempat pembaringannya yang letaknya berdampingan dengan ruang masjid Alkhairaat di Jalan SIS Aljufri.

Tanggal 12 Syawal itulah yang saat ini dimanfaatkan masyarakat dari berbagai pelosok Tanah Air untuk berkumpul di Palu dan bersilaturrahmi mengenang Guru Tua.

Sampai saat ini bangunan sekolah Alkhairaat masih terlihat seperti aslinya. Bangunan berlantai dua itu sebagian besar terbuat dari kayu.

Sayyid Indrus bin Salim Aljufri telah mengabdi untuk kepentingan umat Islam di Nusantara, khususnya di bagian timur Indonesia sekitar 40 tahun.

Untuk menghargai jasa-jasanya, Pemkot Palu menjadikan SIS Aljufri menjadi nama sebuah jalan di Kota Palu. Di Jalan tersebut makam Guru Tua berada, tepat bersebelahan Masjid Alkhairaat.

Pemerintah Kota Palu bahkan telah menjadikan kawasan jalan SIS Aljufri itu sebagai kawasan wisata religi di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini.

Wali Kota Palu Rusdy Mastura saat memberikan sambutan pada acara Haul Guru Tua berharap SIS Aljufri juga menjadi nama pelabuhan udara (Bandara) di Palu, menggantikan Bandara Mutiara.

Menanggapi usul wali kota itu, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang juga hadir dalam kesempatan tersebut menyatakan setuju dan mendukung usulan perubahan nama Bandara Mutiara Palu menjadi Bandara SIS Aljufri, namun prosesnya harus disesuaikan dengan mekanisme yang berlaku.

"Jangan cuma emosi saja dan menabrak aturan sehingga memaksakan perubahan nama Bandara Mutiara Palu," kata Longki saat memberikan sambutan dalam acara akbar itu.

Menurut dia, proses perubahan nama sebuah bandara haruslah sepengetahuan pemerintah pusat dan dunia penerbangan internasional sehingga tidak membingungkan pilot yang akan mendaratkan pesawatnya.

Untuk lebih menghargai jasa Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri Pemerintah Sulawesi Tengah juga telah mengusulkan agar Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri menjadi pahlawan nasional karena jasa-jasanya mencerdaskan masyarakat dan membebaskan dari cengkraman Kolonial Belanda.

Belum adanya penjelasan rinci mengenai asal-usul Guru Tua diperkirakan menjadi penghambat dinobatkannya sang Guru sebagai pahlawan nasional.

Hingga kini seluruh warga Sulawesi Tengah masih menunggu keputusan pemerintah pusat untuk menetapkan Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri menjadi pahlawan nasional pada 10 Oktober 2011.

Namun sebagian masyarakat Palu beranggapan, seorang pahlawan tidaklah harus selalu diakui oleh negara melalui sebuah ketetapan.

Karya-karya dan hasil perjuangan Guru Tua akan selalu mendapat tempat di hati masyarakat, dan itu melebihi pengakuan gelar seorang pahlawan.

(bk/BK/bd-ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar