Bismillahirrahmanirrahim. ------ Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ---- Ahlan wa sahlan wa marhaban biqudumikum lana. Selamat datang di blog ini, semoga bisa memperoleh hikmah di dalamnya.----

Selasa, 20 November 2012

Ternyata Aku Salah Menilai Anaku



"TERNYATA AKU SALAH MENILAI ANAKU"
Oleh: D.Y. Witanto

"Ahmad!!!... Mana hasil test mu hari ini" suara itu begitu keras hingga Ahmad yang baru kelas 6 SD terlihat sangat ketakutan, lalu ia dengan tangan gemetar membuka tas sekolahnya... Sehelai kertas diambilnya dari dalam tas itu, dengan penuh keraguan kertas itu di sodorkan ke tangan bapaknya yang sudah duluan menjulur ke arah Ahmad... Seketika wajah Pak Sianto merah padam ketika melihat angka 6 tertera begitu besar di sudut kanan kertas tersebut... "kalau nilai test mu seperti ini terus, mana bisa kamu jadi orang sukses... lihat tuh adikmu dari sejak mulai masuk sekolah ia selalu mendapat ranking satu... kurang gimana bapak mendidik kamu... setiap malam bapak ajari kamu semua pelajaran yang diajarkan di sekolah, tapi tetap saja nilai kamu tidak lebih dari angka 6" Ahmad hanya terdiam menunduk, ia seakan tidak berani menatap wajah Pak Sianto yang sedang marah... "sudahlah pak jangan di marahi terus... toh setiap anak kan memiliki bakat yang berbeda-beda, mungkin Ahmad bakatnya bukan di bidang pelajaran" kata Bu Suminah membela Ahmad... "ibu ini bagaimana... selalu saja membela Ahmad...makanya dia jadi anak yang manja seperti itu... Dikatain seperti itu Bu Suminah terlihat agak tersinggung... "iyalah pak... bagaimanapun juga ibu yang mengandung Ahmad sembilan bulan, makanya ibu ngga rela kalau Ahmad di marah-marahi terus... "aaahhh anak sama ibunya sama saja" cetus Pak Sianto sambil ia pergi meninggalkan mereka berdua...

Ibu Suminah kemudian meraih pundak Ahmad yang saat itu masih tertunduk sambil menangis terisak-isak... "Sudahlah nak tidak usah didengerin apa kata bapak mu itu... yang penting kamu belajar terus yang rajin dan jangan lupa Shalat lima waktu" Ahmad hanya mengangguk sambil ia mengusap air matanya...
Ahmad memang bukan anak yang menonjol di sekolahnya, ia bahkan sering kesulitan untuk memahami pelajaran yang di ajarkan gurunya, namun sebenarnya Ahmad termasuk anak yang rajin, setiap malam ia selalu belajar ditemani oleh Pak Sianto dan Ibu Suminah, namun kemampuan menghafal Ahmad termasuk rendah, sehingga ia tidak pernah mendapatkan nilai yang memuaskan pada saat ujian...
*****
Pada suatu hari, seperti biasanya Pak Sianto sudah berdiri di depan pintu ketika Ahmad pulang dari sekolah... "mana hasil test mu hari ini, bapak tidak mau melihat nilai test mu jelek lagi".... hari itu justru Ahmad terlihat lebih panik dari hari-hari sebelumnya... "maafkan Ahmad pak" sambil menyodorkan sehelai kertas ke bapaknya.... Pak Sianto kemudian meraih kertas tersebut... Terlihat goresan tinta berwarna merah membentuk angka 5 di atas kertas tersebut... Pak Sianto tidak sanggup lagi membendung kemarahannya ia remas kertas hasil ujian tersebut, lalu ia lemparkan ke muka Ahmad yang sedang tertunduk di depannya... "dasar anak sialan kamu... menyesal bapak punya anak seperti kamu" Pak Sianto kemudian mendorong kepala Ahmad hingga tersungkur ke bawah meja... Ibu Suminah berteriak sambil berlari menuju tubuh Ahmad "cukup pak... cukup... bapak tidak punya hak untuk memperlakukan Ahmad seperti itu" "Baik...sekarang kamu urus saja anakmu itu..." Pak Sianto terlihat semakin naik pitam melihat perlakuan istrinya yang selalu membela Ahmad.... Ibu Suminah memeluk tubuh Ahmad sambil menangis terisak-isak... Ahmad bersimpuh di pelukan ibunya sambil tidak henti-henti ia meminta maaf kepada ibunya.... "sudahlah nak kamu tidak salah... ayahmu saja yang tidak mengerti keadaanmu...
Pasca kejadian itu Ahmad jatuh sakit, ia seperti memendam perasaan bersalah karena tidak bisa memenuhi harapan bapaknya... badannya demam, kadang ia menggigau sambil terus berkata "maafkan Ahmad pak... Ahmad tidak bisa menjadi anak yang pintar..." perkataan itu terus diucapkannya secara berulang-ulang... Sampai Ibu Suminah yang berada disampinya menjadi sangat getir melihat kondisi Ahmad... sedangkan Pak Sianto kadang mengintip di balik pintu, ada perasaan bersalah juga dalam hati Pak Sianto, namun perasaan gengsinya yang membuat ia tidak berani menunjukan perasaan itu di hadapan isterinya...
*****
Karena telah tiga hari Ahmad tidak masuk sekolah, maka Pak Sianto datang ke sekolahan Ahmad untuk menyampaikan keadaan Ahmad, sekaligus ingin menanyakan kendala-kendala Ahmad di sekolah sehingga ia selalu ketinggalan pelajarannya...
Di pintu gerbang sekolahan ia bertemu dengan seorang satpam... "selamat pagi pak, mau ketemu dengan siapa?" "selamat pagi... Saya orang tua Ahmad, bisa saya bertemu dengan wali kelasnya Ahmad"... Oh begitu... Mari saya antar pak..." sambil satpam itu menjulurkan tangannya untuk mempersilahkan Pak Sianto masuk ke sebuah ruangan... Oya memangnya kenapa Ahmad pak... ko sudah tiga hari ini ngga masuk sekolah?" Pak Sianto seperti heran kenapa satpam ini sepertinya sangat mengenal Ahmad... "iya sudah tiga hari ini Ahmad sakit" "ohh...kasihan sekali Ahmad, sekolah ini terasa sepi kalau ga ada Ahmad... Pak Sianto semakin tidak mengerti dengan perkataan satpam itu, namun belum sempat ia bertanya lebih lanjut, satpam itu menunjukan sebuah pintu di sudut ruangan... " itu ruangan Ibu Melinda wali kelas Ahmad"... "oya terima kasih" jawab Pak Sianto.
Pak Sianto kemudian mengetuk pintu ruangan itu... Assalamualaikum... Terdengar ada suara menjawab salam dari dalam ruangan itu, lalu tidak berapa lama pintu itu terbuka... Sesosok wanita terlihat berdiri di balik pintu... "Silahkan masuk pak"... Pak Sianto menyodorkan tangannya "perkenalkan saya bapaknya Ahmad" "oh iya silahkan duduk..." kata wanita itu menyambut Pa Sianto dengan ramah... "saya ingin menyampaikan bahwa sudah tiga hari ini Ahmad sakit jadi tidak bisa masuk sekolah" "oh begitu... ia kami semua bertanya-tanya kenapa Ahmad tidak pernah masuk sekolah... bagaimana keadaanya sekarang pak?" sampai dengan hari ini badannya masih demam, tapi kami sudah memeriksakannya ke dokter... Terus begini bu ada yang ingin saya tanyakan sama ibu"... "iya pak apa yang bisa saya bantu?"... "selama ini Ahmad selalu jelek hasil ujiannya... apakah ada yang salah dengan Ahmad di sekolah bu?"... Ibu Melinda malah tersenyum... melihat raut wajah Ibu Melinda Pak Sianto jadi kelihatan bingung... Ibu Melinda kemudian melanjutkan perkataannya "tidak ada yang salah dengan Ahmad..., memang harus saya akui bahwa Ahmad tidak menonjol dalam pelajarannya bahkan ia selalu terlihat kesulitan untuk memahami pelajaran yang diajarkan, tapi terus terang kami semua yang ada di sekolah ini bangga sama Ahmad" "maksud ibu?" Pak Sianto semakin tidak mengerti dengan apa yang di sampaikan oleh Ibu Melinda.... "Ahmad adalah anak yang baik dan jujur"... Ibu Melinda kemudian menyingkapkan gordin di samping mejanya... Ia memalingkan wajahnya ke luar jendela... "nah... bapak lihat anak yang duduk di kursi depan kelas itu?" Sambil jari telunjuk ibu Melinda mengarah pada seorang anak yang sedang asik membaca sebuah buku... kondisi anak itu sangat menggetirkan kaki kirinya buntung sampai ke pangkal paha... Ibu Melinda melanjutkan ceritanya "setiap hari Ahmad lah yang selalu menggendong anak itu untuk menyebrang jalan di depan sekolah ini... sejak Ahmad tidak masuk sekolah terpaksa satpamlah yang harus menggantikan Ahmad... Selain itu Ahmad juga yang berinisiatif untuk menggalang dana sosial dari sumbangan siswa-siswa di sekolah ini untuk membantu siswa-siswa lain yang tidak mampu, ia memang selalu mendapatkan nilai tes yang pas-pasan, namun ia dapatkan itu secara jujur... Ahmad tidak pernah mau nyontek meskipun ia tidak mampu mengerjakan soalnya, jadi terlepas dari Ahmad tidak memiliki prestasi di bidang pelajaran, namun kami semua termasuk guru-guru disini merasa bangga punya siswa seperti Ahmad" Pak Sianto kaget bukan main mendengar cerita itu, ia tidak menyangka bahwa anak yang selalu ia marahi justru menjadi kebanggaan di sekolahnya... "Pak... orang seperti Ahmad lah yang saat ini sedang dibutuhkan oleh bangsa ini... Tidak kurang bangsa ini memiliki orang yang pintar... namun tidak banyak memiliki orang yang jujur seperti Ahmad... Jadi berbahagialah bapak punya anak seperti Ahmad"... Lemaslah seluruh tubuh Pak Sianto, wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa penyesalan yang begitu dalam, terbayang kembali peristiwa beberapa hari yang lalu ketika ia marahi Ahmad dengan kata-kata yang kasar... terlintas juga di benaknya ketika badan Ahmad tersungkur di bawah meja setelah kepalanya ia dorong sekuat tenaga... Mata Pak Sianto terlihat sembab, sebelum ia tidak sanggup lagi menahan air matanya, Pak Sianto langsung bergegas pamit meninggalkan Ibu Melinda yang terlihat seperti heran melihat prilaku Pak Sianto...
Sesampainya di rumah ia langsung berlari ke kamar tempat Ahmad terbaring, hal itu membuat Ibu Suminah seperti keheranan... Kondisi Ahmad belum sedikitpun berubah, badannya masih tetap demam dan dari mulutnya terus terucap kata-kata permintaan maaf... Pak Sianto tidak sanggup lagi menahan kesedihannya, ia langung memeluk tubuh Ahmad dengan erat... Sambil menangis tersedu-sedu ia berkata "Maafkan bapak nak... Ternyata hanya bapak saja yang tidak merasa bangga terhadapmu... Kamu memang bukan anak yang pintar... tapi hatimu sungguh mulia, kamu bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi orang lain... Bapak telah salah menilaimu selama ini... Ahmad menatap wajah Pak Sianto dengan pandangan sembab, namun terlihat sekilas raut kebahagiaan diwajahnya...
Sejak saat itu Pak Sianto tidak pernah lagi memarahi Ahmad dan ia merasa sangat bangga punya anak seperti Ahmad....
*****
Cerita diatas hanyalah sebuah fiksi belaka, namun mengandung pesan begitu dalam bagi kita (termasuk penulis sendiri), bahwa anak seperti Ahmad lah yang saat ini sedang ditunggu oleh bangsa Indonesia untuk menjadi pemimpin dimasa yang akan datang, bangsa ini telah sering dipimpin oleh lulusan-lulusan terbaik, orang-orang jenius yang berpredikat cum laude dalam pendidikannya, namun mereka tidak sanggup merubah apa-apa, maka orang jujur dan amanahlah yang suatu saat akan sanggup merubahnya, karena kejujuran itu akan menjadi sumber dari kecerdasan akhlaknya.... Semoga para pembaca tidak bosan untuk menyimak hikmah-hikmah dibalik tulisan yang sangat sederhana ini... mohon maaf jika kebetulan ada nama yang sama dengan nama-nama dalam cerita ini, penulis tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun
Dikutip dari :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar