(Al-Quran Surah al-Baqarah, ayat 255)
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَالْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allah (1); tidak ada Tuhan (penguasa Mutlak
dan yang berhak disembah) kecuali Dia (2); Yang Maha Hidup (3); Maha Kekal (4); yang terus menerus mengurus
makhluk-Nya (5); Dia (6) tidak dikalahkan oleh kantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya (7) apa yang ada dilangit dan apa yang di bumi, tiada yang dapat
memberi syafa'at di sisi-Nya (8); tanpa izin-Nya (9); Dia (Allah) (10);
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya (11); melainkan apa yang dikehendaki-Nya
(12); Kursi (ilmu/kekuasaan)-Nya (13); meliputi langit dan bumi. Dia (14); tidak
lelah memelihara keduanya, dan Dia (15); Maha Tinggi (16) lagi Maha Besar (17).
Ayat al-Kursiy adalah ayat yang paling agung di antara
seluruh ayat-ayat al-Qur’an. Karena dalam ayat ini disebutkan tidak kurang enam belas kali, bahkan tujuh belas kali,
kata yang menunjuk kepada Allah swt., Tuhan Yang Maha Esa.
Sifat-sifat
Allah yang dikemukakan dalam ayat ini disusun sedemikian rupa sehingga menampik
setiap bisikan negatif yang dapat menghasilkan keraguan tentang pemeliharaan
dan perlindungan Allah.
Dalam
ayat ini dilukiskan betapa kekuasaan
Allah swt., dan betapa dugaan tentang keterbatasan pemeliharaan dan
perlindungan-Nya yang mungkin terlintas dalam benak manusia, dihapus oleh-Nya
kata demi kata.
Dalam buku penulis (M. Quraish Shihab, red), “Hidangan
Ilahi: Tafsir ayat-ayat Tahlil”, antara lain dikemukakan bahwa ketika membaca ayat
al-Kursiy, sang pembaca menyerahkan jiwa raganya kepada Tuhan seru sekalian
alam, dan kepada-Nya pula ia memohon perlindungan. Bisa jadi ketika itu,
bisikan iblis terlintas di dalam benak yang membacanya, “Yang dimohonkan
pertolongan dan perlindungan itu, dahulu pernah ada, tetapi kini telah mati”,
maka penggalan ayat berikut meyakinkan tentang kekeliruan bisikan itu, yakni
dengan sifat (الْحَيُّ) al-Hayy (Yang Maha Hidup
dengan kehidupan yang kekal). Bisa jadi, Iblis datang lagi membawa keraguan
dengan berkata, “memang Dia hidup kekal, tetapi Dia tidak pusing dengan urusan
manusia, apalagi si pemohon”. Penggalan ayat berikutnya menampik kebohongan ini
dengan firman-Nya (الْقَيُّومُ) al-Qayyum, yakni yang
terus-menerus mengurus makhluk-Nya, dan untuk lebih meyakinkan sifat Allah ini,
dilanjutkan dengan penggalan berikutnya, (لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ) la ta’khudzuhu
sinatyun wa la naum (Dia tidak dapat dikalahkan oleh kantuk dan tidur),
tidak seperti manusia yang tidak kuasa menahan kantuk dan tidak dapat mengelak
selama-lamanya dari tidur. Allah terus menerus jaga dan siap-siaga.
Dengan penjelasan ini,
sirna sudah keraguan yang dibisikkan setan itu. Tetapi bisa jadi ia datang lagi
dengan bisikan bahwa, “Tuhan tidak kuasa menjangkau tempat dimana si pemohon
berada, atau pun kalau Dia sanggup, jangan sampai Dia diberi sesaji sehingga
Dia tidak memberi perlindungan”. Untuk menampik bisikan jahat ini, penggalan
ayat berikut tampil dengan gamblang
menyatakan, (لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ) lahu ma fis
samawati wa ma fil ardh (milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi, keduanya ada di bawah kekuasaan-Nya.) Tidak hanya itu, tetapi
berlanjut dengan firman-Nya, (مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ) man dzal ladzi
yasyfa’u ‘indahu illa bi idznih (siapakah yang memberi syafaat di sisi-Nya
kecuali dengan seizin-Nya?) Tidak ada. Dia demikian perkasa sehingga berbicara dihadapan-Nya pun harus
setelah memperoleh restu-Nya, bahkan apa yang disampaikan harus sesuatu yang
benar dan hak. Karena itu , jangan menduga akan ada permintaan yang
bertentangan dengan keadilan dan kebenaran.
Bisa jadi iblis belum
putus asa menanamkan keraguan ke dalam hati pembaca ayat al-Kursiy. Ia berkata
lagi, “Musuh anda mempunyai rencana yang demikian rinci dan penuh rahasia,
sehingga tidak diketahui oleh-Nya”. Lanjutan ayat al-Kursiy menampik bisikan
ini dengan firman-Nya, (يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ) ya’lamu ma baina
aidihim wa ma khalfahum (Dia mengatahui apa yang dihadapan mereka dan
dibelakang mereka), yakni Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan
rencanakan, baik yang berkaitan dengan masa kini dan masa datang, maupun masa
lampau, dan (وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء) wa la yuhithuna
bisyaiin min ‘ilmihi illa bima sya’ (Mereka tidak mengetahui sedikitpun
dari ilmu Tuhan melainkan apa yang dikehendaki Tuhan untuk mereka ketahui. Ini
berarti, apa yang direncanakan Allah tidak mungkin mereka ketahui kecuali apa
yang diizinkan-Nya untuk mereka ketahui. Penggalan ayat ini akan lebih dipahami
maknanya kalau mengingat ungkapan yang mengatakan: “Semakin banyak yang anda
ketahui tentang musuh , semakin mudah anda menghadapinya. Sebaliknya, semakin
sedikit yang diketahui musuh tentang anda, semakin sulit ia menghadapi anda”.
Penggalan ayat ini menggambarkan hakikat tersebut agar si pemohon semakin yakin
dan tenang. Untuk lebih meyakinkan lagi dinyatakan-Nya, (وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ) wa si’a kursiyyuhus samawati wal ardh (kekuasaan atau
ilmu-Nya mencakup langit dan bumi) bahkan alam raya seluruhnya berada dalam genggaman tangan-Nya. Kini, sekali lagi
iblis mungkin datang berbisik, “Kalau demikian, terlalu luas kekuasaan Allah
dan terlalu banyak jangkauan urusan-Nya, Dia pasti letih dan bosan mengurus
semua itu”. Penggalan ayat berikutnya sekaligus penutupnya, menampik bisikan
ini dengan firman-Nya, (وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَالْعَلِيُّ الْعَظِيمُ) wa la ya’uduhu
hifzhuhuma wa huwal ‘aliyyul ‘azhim (Allah tidak berat memelihara keduanya
dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung).
Demikian ayat
al-Kursiy menanamkan ke dalam hati pembacanyakebesaran dan kekuasaan Allah
serta pertolongan dan perlindungan-Nya sehingga sangat wajar dan logis
penjelasan yang menyatakan, bahwa siapa yang membaca ayat al-Kursiy maka ia
memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu oleh setan.
Bahwa jin jahat dan
setan menjauh dari pembaca ayat al-Kursiy, juga dapat dijelaskan melalui
ilustrasi berikut :
Siapa yang terbiasa
dengan kebaikan, pasti tidak senang mendengar kalimat-kalimat yang buruk
telinganya tidak akan dapat mendengarkannya. Karena dengan mendengarnya,
hatinya gundah dan risau, pikirannya kacau dan tidak menentu. Sebaliknya, siapa
yang bejat moralnya, yakni setan, manusia, atau jin, tidak akan senang dan
tidak pula tenang mendengarkan kalimat-kalimat Ilahi, apalagi ayat-ayat
al-Qur’an. Jika demikian, setan tidak akan mendekat, apalagi mengganggu mereka
yang membaca ayat-ayat Ilahi, seperti ayat al-Kursiy. Bahkan dalam suatu hadits
melalui Bukhari, Muslim, serta penulis-penulis kitab hadits standarr yang lain,
diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Apabila dikumandangkan ajakan untuk
shalat (azan), setan berpaling (berlari kencang) sambil kentut agar ia tidak
mendengar azan; dan bila telah selesai,
ia datang lagi berbisik ke hati manusia sambil berkata, ‘ingat ini, ingat itu’
(menyangkut hal-hal yang dia tidak ingat sebelumnya), sehingga ia tidak
mengetahui sudah berapa rakaat ia shalat”.
Di atas dikemukakan,
bahwa dalam ayat al-Kursiy terdapat tujuh belas kali kata yang menunjukkan
kepada Allah, satu diantaranya tersirat. Selanjutnya, terdapat lima puluh kata
dalam susunan redaksinya. Pengulangan tujuh belas kata yang menunjuk nama Allah
itu, bila dicamkan dan dihayati akan memberi kekuatan batin tersendiri bagi pembacanya.
Ibrahim ibn Umar al-Biqa’i memberi penafsiran supra rasional menyangkut ayat
al-Kursiy. Tulis ulama itu dalam
tafsirnya, “Nazhm ad-Dhurar”, “Lima puluh kata adalah lambang dari lima puluh
kali shalat yang pernah diwajibkan Allah keppada Nabi Muhammad saw, ketika
beliau berada di tempat yang maha tinggi dan saat dimi’rajkan. Lima puluh kali
itu diringankan menjadi lima kali dengan tujuh belas rakaat sehari semalam.
Disisi lain, perjalanan menuju Allah ditempuh oleh malaikat dalam lima puluh
tahun menurut perhitungan manusia”. (QS. Al-Ma’arij[70]:4) dari sinilah pakar
tafsir itu mengaitkan bilangan ayat al-Kursiy dengan perlindungan Allah. “Kalau
di hadirat Allah gangguan tidak mungkin akan menyentuh seseorang, dan setan
tidak akan mampu mendekat, mahkan akan menjauh, maka menghadirkan Allah dalam
benak dan jiwa melalui bacaan ayat al-Kursiy - yang sifatnya seperti diuraikan
di atas – dapat menghindarkan manusia dari gangguan setan, serta memberinya
perlindungan dari segala macam yang ditakutinya”. Demikian, lebih kurang,
al-Biqa’i.
Dikutip dari :
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan,
Kesan, dan keserasian al-Qur’an), Penerbit Lentera Hati ,Volume I, Cetakan I,
Sya’ban 1421/November 2000, hal. 511-514.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar