(dikutip dari www.alkhairaat.or.id)
a. Tanah Kelahirannya
Hadramaut adalah negeri yang indah, dimana masyarakatnya gemar melakukan amal ibadah, taat beragama dan mencintai ulama. Masyarakatnya tidak pernah melewatkan waktunya tanpa membaca Alqur’an dan menghafalnya, membaca zikir dan berbagai macam ilmu yang erat hubungannya dengan keagamaan, termasuk ilmu tasawuf.
Dinegeri inilah asal usul, tumpah darah leluhur Sayed Idrus yang mulia dan ternama itu. Taris sebuah daerah yang sederhana yang letaknya kira-kira 3 KM dari Saiywun diwilayah Hadramaut. Dinegeri inilah tepatnya hari Senin 15 Sya’ban 1309 H, bertepatan dengan tanggal 15 maret 1892 Miladiyah, lahirlah seorang putera ke dunia yang nanti akan dikenal dengan karyanya yang agung yakni lembaga pendidikan Perguruan Islam Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah.
b. Keturunannya
Kelahiran putera yang kedua dari marga Aldjufri ini, oleh kedua orang tuanya telah sepakat memberi nama beliau “Idrus”. Sedangkan “Sayed” yang mengawali namanya sebagai tanda bahwa beliau merupakan keturunan dari golongan terpandang dikalangan bangsawan Arab. Menurut kejadiannya bahwa gelar Sayed adalah digunakan oleh keturunan banu husain bin Ali bin Abi Thalib.
Ayah Idrus bernama Salim bin Alawy, seorang mufti di Hadramaut. Sedangkan ibunya bernama Nur yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Aru Matoa (Raja yang dituakan) di Wajo Sengkang dari Sulawesi Selatan (Indonesia), yang telah lama bermukim ditanah Arab.
c. Silsilah Sayed Idrus bin Salim Aljufri
Nabi Muhammad SAW
1. Ali bin Abi Thalib + Siti fatimah
2. Husain
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad Albaqir
5. Ja’far Ashadiq
6. Ali Al-aridhi
7. Muhammad An Naqib
8. Isa An Naqib
9. Ahmad Al Muhajir
10. Ubaidillah
11. Alwi
12. Muhammad
13. Alwi
14. Ali
15. Muhammad
16. Ali
17. Muhammad Alfaqih Al Muqadham
18. Ahmad
19. Muhammad
20. Ali
21. Muhammad
22. Abu Bakar Aljufri
23. Alwi
24. Abdullah
25. Alwi
26. Syakhan
27. Abdullah
28. Husain
29. Salim
30. Idrus
31. Muhammad
32. Saggaf
33. Alwi
34. Salim
35. Idrus bin Salim Aljufri
d. Pendidikan dan Pengalaman Kerja.
1. Ali bin Abi Thalib + Siti fatimah
2. Husain
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad Albaqir
5. Ja’far Ashadiq
6. Ali Al-aridhi
7. Muhammad An Naqib
8. Isa An Naqib
9. Ahmad Al Muhajir
10. Ubaidillah
11. Alwi
12. Muhammad
13. Alwi
14. Ali
15. Muhammad
16. Ali
17. Muhammad Alfaqih Al Muqadham
18. Ahmad
19. Muhammad
20. Ali
21. Muhammad
22. Abu Bakar Aljufri
23. Alwi
24. Abdullah
25. Alwi
26. Syakhan
27. Abdullah
28. Husain
29. Salim
30. Idrus
31. Muhammad
32. Saggaf
33. Alwi
34. Salim
35. Idrus bin Salim Aljufri
d. Pendidikan dan Pengalaman Kerja.
Beliau dibesarkan dalam lingkungan keluarga religius yang cinta akan ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar yang karya tulisnya banyak dikenal orang dalam bidang Agama dan Sastra Arab. Tidak heran banyak ilmu yang diperoleh Sayed Idrus adalah hasil tempaan dari ayahnya sendiri. Tempat yang digunakan Sayed Idrus untuk belajar, tidak hanya dirumahnya, tetapi tempat lain merupakan tempat yang nyaman baginya untuk belajar asal itu dapat memberikan inspirasi dan dorongan untuk belajar. Seperti di serambi mesjid yang berdekatan dengan rumahnya yakni mesjid Ibnu Shilah.
Dimasa muda Sayed Idrus senantiasa menggunakan waktunya untuk belajar bersungguh-sungguh, sehingga beliau kelihatan tidak pernah meninggalkan buku dan catatan sebagai teman akrabnya. Bahkan ditengah malampun, orang sedang tidur nyenyak, hanya dengan lampu minyak atau lilin beliau belajar seorang diri dikamarnya. Itulah sebabnya tidak ada waktu terbuang, kecuali digunakan untuk ibadah dan belajar.
Selain Ayahnya sebagai gurunya, beliaupun banyak menimba ilmu dari beberapa ulama besar, sahabat ayahnya seperti : Sayed Muksin bin Alwy Assaggaf, Abdullah bin Ali bin Umar bin Assaggaf, Muhammad bin Ibrahim Balfagih, Abdullah bin Husain Shaleh Albahr dan Idrus bin Umar Alhabsyi.
Diwaktu ayahnya melaksanakan ibadah Haji, disertai keinginan dan tekad Sayed Idrus sehingga ia dapat ikut serta bersama ayahnya mendatangi Baitullah di Mekah. Dalam kunjungan inilah Sayed Idrus menggunakan baktunya untuk belajar kepada ulama-ulama yang ada di Mekah.
Tidak heran diumur yang masih relatif muda Sayed Idrus sudah dapat menghafal dan memahami kira-kira 200 Ayatul Ahkam (landasan-landasan hokum) karena beliau orang yang tekun dalam menuntut ilmu dan disertai dengan kecerdasannya.
Sayed Idrus dalam riwayat pendidikannya adalah tamatan dari Perguruan Tinggi Arrabithatul – Alawiyah di Taris. Karena dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang banyak, luas dan pengalaman banyak serta selalu bergaul dekat dengan para ulama besar, maka setiap mengambil keputusan, beliau sangat berhati-hati dan bijaksana, sehingga keputusan tersebut akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Ayahanda Sayed Idrus di Taris diangkat menjadi mufti. Mufti adalah jabatan yang diberikan kepada seorang yang ahli dibidang keagamaan dan mengetahui bidang pemerintahan. Atau dengan kata lain memiliki ilmu keagamaan dan ilmu kemasyarakatan. Dimasa inilah kira-kira 5 tahun Sayed Idrus telah dipercayakan menjadi sekretaris Mufti. Kemudian setelah ayahnya meninggal dunia, kedudukan ayahnya digantikannya. Kedudukan ini ini dijabatnya karena desakan dari masyarakat dan pemerintah. Jabatan ini dipangkunya kira-kira selama 2 tahun. Sementara jabatan mufti dipangkunya, Sayed Idrus menggunakan waktunya untuk membantu mengasuh madrasah yang didirikan oleh kakeknya.
Ketika Sayed Idrus tiba di Jakarta beliau diajak untuk membantu menjadi guru disatu madrasah, tetapi tidak lama kemudian pindah ke Solo. Beberapa lama tinggal di Solo, beliau meneruskan perjalanannya ke Jembang. Disanalah kemudian Sayed Idrus bertemu dengan KH Hasyim Asy’ari. KH Hasyim Asy’ari adalah seorang tokoh Nahdatul Ulama di Indonesia. Dua tahun di Jembang beliau kembali ke Solo dan Sayed Idrus dipercayakan untuk membina Madrasah Arrabitha Al Alawiyah cabang Solo.
Sekitar tahun 1929, Sayed Idrus tiba di Wani. Kedatangan beliau di Wani atas ajakan masyarakat arab melalui saudara Sayed Idrus untuk mendirikan madrasah di Wani. Karena izin pendirian madrasah tidak diberikan oleh pemerintahan Belanda maka pendirian madrasah dialihkan ke Palu. Atas dukungan dari masyarakat Wani dan Palu dimulailah kegiatan madrasah. Madrasah ini kemudian diberi nama Alkhairaat.
KEPEMIMPINAN & KEPRIBADIANNYA
Sayed Idrus yang dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban itu, selagi masih kecil sudah nampak bakat dan kepemimpinan pada dirinya. Sifat kepemimpinan itu tergambar dari tingkah lakunya, terutama dalam pergaulan. Dalam pergaulan beliau tidak nampak membedakan orang yang menjadi temannya. Kepada orang yang lebih tua atau kedudukannya terhormat, diberikannya penghormaatan dan penghargaan, sedangkan bagi yang sebayanya ditunjukkan sifat pengayom. Dengan cara ini akhirnya semua orang merasa simpatik dan terjemalah hubungan yang akrab dari orang-orang tersebut dengan Sayed Idrus.
Dari sifat yang dekat dan simpatik yang selalu ditunjukkannya itu beberapa temannya yang seperguruan seperti Muhammad bin Sagaf bin Alwy Aldjufri, Ali bin Maharim dan Abdul Karim bin Salim bin Hamid, memuji kepribadian Sayed Idrus selama dalam pergaulan mereka dalam lingkungan pendidikan.
Sebagai seorang cendekiawan muda yang banyak belajar ilmu-ilmu agama, beliau tergolong ulama muda yang bijaksana dan teguh dalam pendirian. Hal ini ditandai apabila ada sesuatu yang penting dibicarakan atau harus diselesaikan, maka beliau menyelesaikannya dengan cara musyawarah.
Ketika tanah kelahirannya dijajah oleh Negara Inggris, Sayed Idrus turut ambil bagian dalam memikirkan bagaimana melepaskan diri dari penjajah. Sayed Idrus berpendapat penggunaan dengan senjata tidak mungkin di lakukan, diplomasi dan mencari dukungan dari negara-negara arab merupakan jalan yang terbaik. Maka di utuslah sayed Idrus bersama dengan teman akrabnya yakni Sayed Abdurrahman bin Ubaidillah Assagaf untuk mengunjungi negara-negara seperti yaman, mesir dan negeri-negeri Islam lainnya.
Ketika Sayed Idrus bersama temannya tiba di pelabuhan Aden (yaman), tiba-tiba mereka di sergap oleh tentara Inggris dan menggeledah barang-barang bawaan mereka. Kemudian dokumen yang isinya menentang dan menghapuskan penjajahan Inggris di daerah Hadramaut ditemukan, akibatnya perjalanan tersebut menjadi terhalang. Akhirnya mereka merubah arah perjalanan. Sayed Idrus memutuskan ke Indonesia sedangkan Sayed Abdurrahman menuju Mekkah. Dari peristiwa ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Sayed Idrus tidak saja seorang ulama yang berjuang dengan ilmunya tetapi beliau juga seorang negarawan yang memperjuangkan negerinya untuk lepas dari penjajahan.
Dalam membangun dan mengembangkan Alkhairaat, Guru Tua menunjukkan sifat kepemimpinannya seperti : menghargai pendapat orang lain, menyantuni sesama manusia, mempersatukan golongan yang ada di lingkungan Alkhairaat, mengunjungi teman, tidak egois dan masih banyak sifat-sifat guru tua yang menunjukkan ia adalah seorang pemimpin sejati.
Bersikap sebagai Orang Tua dan Guru/ Pendidik
Dalam bergaul dengan murid-muridnya tampak sekali suasana keakraban diantara mereka, dengan bekerja, belajar, makan, berolahraga dan berkesenian secara bersama-sama sambil sesekali guru tua bercerita tentang kejadian-kejadian dizaman nabi. Melalui cara inilah guru tua membina murid-muridnya sehingga menjadi pribadi-pribadi berakhlak. Guru tua juga tidak pernah menunjukkan sifat marahnya kepada murid-muridnya tetapi apabila ada kekeliruan dan kesalahan dari muridnya, hanya dengan sapaan “tidak boleh lagi berbuat seperti tadi, karena itu tidak baik dan merugikan”. Begitulah Guru Tua dalam mendidik murid-muridnya sehingga ilmu yang diajarkan beliau dengan mudah dapat diserap oleh murid-muridnya.
Sebagai seorang pendidik Guru Tua juga berperan sebagai orang tua bagi murid-muridnya. Seorang murid guru tua menuturkan bahwa ketika perguruan Alkhairaat mulai tersebar namanya banyak murid berdatangan dari luar daerah untuk menuntut ilmu di Alkhairaat oleh guru tua mereka ditampung serumah dengan beliau, makan dan semua kebutuhan lainnya menjadi beban Guru Tua. Tidak hanya itu apabila mereka pulang guru tua mengusahakan biayanya. Bahkan banyak murid guru tua yang dikawinkan oleh beliau. Tidak hanya mengatur dan menjodohkan saja, tetapi memberi nafkah bagi mereka yang baru selesai dikawinkannya, diaturnya pula tempat kerja dan tempat tinggalnya.
KARAMAH GURU TUA
Sebagai seorang ulama yang ikhlas beliau diberikan kelebihan oleh Allah SWT berupa karamah. Karamah adalah kelebihan yang dimiliki oleh seseorang yang bagi manusia biasa merupakan sesuatu yang mustahil. Orang yang mendapatkan karamah ini adalah seorang yang sangat dekat dengan Allah SWT biasa disebut dengan “Waliullah” atau orang-orang menyebutnya wali.
Berikut ini beberapa peristiwa yang diceritakan oleh orang-orang yang pernah bersama dengan beliau yang menunjukkan bahwa Sayed Idrus adalah seorang wali :
- Setelah Sayed Idrus menetap untuk tinggal di Palu, beliaupun mengadakan peninjauan dimana nanti tempat mendirikan gedung Madrasah. Dimalam harinya beliau bermimpi ada cahanya yang turun dari langit yang menunjukan lokasi pembangunan gedung madrasah. Maka beliaupun membangun Madrasah Alkhairaat pada lokasi tersebut, yaitu pada Madrasah tua disamping Mesjid Alkhairaat yang bangunannya masih tetap dipertahankan. Dari sinilah kemudian berkembanglah perguruan Islam Alkhairaat sampai kedaerah diluar Kota Palu. (Diceritakan oleh H. Rustam Arsyad).
- Suatu waktu Sayed Idrus bersama beberapa muridnya mengadakan inspeksi Madrasah diwilayah Swabraja Moutong. Setibanya di Tinombo, rombongan menuju rumah kerajaan, bertepatan pada waktu itu raja H. K. Tombolotutu tidak berada ditempat, Dirumah kerajaan yang didapati hanya Boki (panggilan terhadap istri raja). Kedatangan rombongan ini menggelisahkan boki, karena persiapan kebutuhan untuk melayani tamu tidak mencukupi. Guru Tua rupanya telah mendapatkan firasat, maka ditemuinya Boki dan mengatakan : “Boki tidak perlu gelisah, yang pokok Boki dengan senang hati dapat menerima kami menginap disini. Karena kami telah meniatkan dari Palu, bahwa kalau datan di Tinombo, akan tidur dirumah kerajaan”. Sementara Guru Tua duduk-duduk diserambi depan kerajaan tiba-tiba seekor rusa melompat pagar kerajaan menuju serambi bagian utara didepan kerajaan, sekaligus terduduk didepan tangga kerajaan. Melihat kedatangan rusa tersebut, spontan Guru Tua berteriak “Mahfud, ambil parang1” (dalam bahasa Arab) dengan segera Mahfud mengambil parang dan memberikannya. Saat itu Mahfud Godal belum mengetahui untuk apa kegunaan parang yang dimintai oleh Guru Tua itu. Rupanya parang tersebut digunakan untuk menyembelih rusa yang telah tersungkur itu, kemudian Guru Tua menyembelih rusa itu. (Diceritakan oleh Drs. H. Abd. Aziz Godal, Keterangan ini dikuatkan oleh Hi. Amin dari Ampana)
- Suatu ketika Guru Tua bersama rombongannya berangkat menggunakan perahu layer dari Poso menuju Ampana. Perahupun melaju dengan tenangnya sehingga sebagian penumpang menjadi tertidur. Sementara perahu melaju dengan tenangnya, dimalam yang kelam, hanya cahaya bintang yang ada ditengah lautan yang membiru dan hawa dingin yang menyentak pori-pori kulit, tiba-tiba imamah Guru Tua diterbangkan angina dan jatuh terapung diatas air. Menyaksikan kejadian ini, Guru Tua berteriak “Amin ! ambil imamah itu !” tanpa banyak pikir aku laksanakan perintahnya, seraya melompat terjun kelaut yang biru dan dalam itu untuk mengambil imamah itu. Alangkah terkejutnya hatiku, karena air laut yang biru dan dalam itu hanya sampai pada pusatku. Dirasa seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal/menopang tapak kakiku, sehingga aku dengan mudah memperoleh imamah tersebut. (Diceritakan oleh Hi. Amin)
- Kejadian ini terjadi ketika rombongan Sayed Idrus berangkat dari Ternate ke Labuha (Bacan) dengan menumpang perahu layar. Rombongan kemudian singgah di Pulau Ambatu Dekat Ternate. Setelah perahu merapat di darat, kelihatan banyak anak perahu yang sedang menunggu waktu untuk melaut. Setelah guru turun ke darat beliau menanyakan kepada beberapa orang sedang duduk; “Mengapa tidak ada rumah dipulau ini ?” mereka menjawab : disini tidak ada air !. Karena mendengar jawaban tersebut, Guru Tua menyuruh orang tersebut untuk menggali tanah dan tidak lama kemudian keluarlah air jernih dari tempat galian itu. Sekarang pulau tersebut menjadi tempat pemukiman penduduk dan dekat sumur tersebut dibangun mesjid. (diceritakan oleh Munir Hi. Moh Saleh dari Ternate)
- Setelah Guru Tua selesai mengadakan ceramah di Madrasah Alkhairaat Towera, beliau bersama rombongan meneruskan perjalanan dengan menumpang gerobak besi. Semua masyarakat menginginkan Guru Tua bermalam saja di desa tersebut dan bertepatan pula Sungai Towera dalam keadaan banjir besar (tidak dapat diseberangi). Tetapi Guru Tua mengatakan kita harus berangkat, karena perjalanan masih panjang, demikian ucapan beliau kepada rombongannya. Setelah semua barang disiapkan dalam gerobak, Guru Tua naik bersama rombongannya dan mengatakan kepada sopir gerobak “jalan saja !” Gerobak pun menyeberangi sungai yang sedang banjir besar, sedangkan barang dalam gerobak tidak satupun yang basah dan gerobak nampaknya hanya sedikit yang kena air. (Diceritakan oleh Daemanangi).
- Sewaktu Guru Tua bersama beberapa muridnya dating dirumah Habib Shaleh Tanggul, diadakan kesenian Zamrah, ikut pula guru tua memukul alat zamrah. Sementara Guru Tua memukul Zamrah, semua gambar yang bergantungan di dinding lepas dan beterbangan melayang-layang dalam ruangan sambil mengikuti irama zamrah yang dilagukan. Semua para hadirin menjadi keheranan melihat keadaan tersebut. Pada akhirnya sehabis lagu dinyanyikan alat Zamrah terhenti bunyinya, dan semua gambar yang beterbangan tadi bersujud dihadapan Guru Tua. Habibi Shaleh mengatakan kepada kami “bersyukurlah di Palu ada ulama besar seperti Guru Tua. Saya orang bilang adalah ulama, tetapi ulama besar dan keramat adalah Guru Tua”. (diceritakan oleh Drs. Anshar Ismail, cerita ini dikuatkan oleh H. Amin yang sempat mendengarkan cerita Habib Shaleh Tanggul sewaktu beliau menziarahi beliau di Surabaya)
KEGEMARAN DAN HOBI
Selain kesibukan dan kegemaran Guru Tua membaca, menyajikan ilmu dan berzikir kepa Allah, Guru Tua menggunakan pula waktunya untuk berolahraga. Dibidang olah raga Guru Tua biasa melatih murid-muridnya dalam hal bela diri (silat). Beliau berpendapat bahwa seorang pemimpin sebaiknya memiliki ilmu bela diri. Selain bela diri beliau juga mengajar murid-muridnya bermain sepak bola. Bahkan dulu Madrasah Alkhairaat mempunyai tim sepakbola yang diperhitungkan. Selain itu Guru Tua juga gemar menonton pacuan kuda. Tidak hanya itu, Guru Tua juga memiliki seekor kuda pacuan yang diberi nama “Kilat”.
Mengimbangi kegiatan berolahraga Guru Tua menggemari pula kesenian hingga menjadi pelakunya. Seperti menyanyi dan memukul alat kesenian. Kesenian yang menjadi kegemaran beliau adalah kesenian zamrah dengan syair-syair qasidah yang bernafaskan Islam.
GUGUR SATU TUMBUH SERIBU
Pada hari senin, 22 Desember 1969 atau 12 syawal 1389 H, jam 02.40 dini hari, ditempat pembaringannya yang letaknya berdampingan dengan ruang mesjid Alkhairaat, sang guru sejati itu pergi untuk menemui Khaliknya yang telah menciptakannya.
Selama sekitar 40 tahun Sayed Indrus mengabdikan dirinya untuk kepentingan umat Islam dinusantara khususnya di Indonesia Timur telah banyak karya-karya beliau yang sudah ditorehkan. Karya-karya beliau berupa manusia-manusia yang bertaqwa, yang menjadi penyambung lidah beliau menyampai Islam ketengah-tengah masyarakat dan karya beliau terbesar adalah Alkhairaat, Lembaga Pendidikan Islam terbesar di kawasan Indonesia Timur.
Kader dan pelanjut cita-cita Sayed Idrus telah banyak tersebar ke berbagai daerah dinusantara ini yang terus menyampaikan Islam, membina masyarakat dan mendidik anak-anak mereka hingga terwujudlah insan-insan yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, RA (2008) Mengenal Sosok Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, Pendidik Agung Alkhairaat, Kultura – Jakarta
M. Noor Sulaiman, PL (1989) Biografi Sayyid Idrus bin Salim Al jufri Pendiri Perguruan Islam Alkhairaat, Jakarta – Indonesia
Rustam Arsyad, (T.Th) Tarikh Madrasah Alkhairaat Alislamiyah Faalu Sulawesil Wushtha (Donggala), Mulia – Surabaya.
Sofyan B. Kambay (1991) Perguruan Islam Alkhairaat Dari Masa ke Masa, Palu – Sulawesi tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar