Bismillahirrahmanirrahim. ------ Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ---- Ahlan wa sahlan wa marhaban biqudumikum lana. Selamat datang di blog ini, semoga bisa memperoleh hikmah di dalamnya.----

Selasa, 07 September 2010

1 Syawal 1431 H

Ahli Hisab Sepakat, 1 Syawal 1431 H = Jum’at, 10 September 2010



Jakarta | badilag.net (7/9/2010)

Walaupun penetapan 1 Syawal 1431 H baru akan ditetapkan secara resmi oleh Menteri Agama besok (Rabu) malam, namun secara hisab sudah dapat ditentukan bahwa lebaran tahun ini akan bertepatan dengan hari Jum’at, 10 September 2010.

Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, menyatakan pagi ini kepada Badilag.net, di kantornya, Jalan Pegangsaan Barat 30, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut perhitungan astronomi, ujar Wahyu Widiana, ijtima’ menjelang awal Syawal 1431 H, jatuh pada hari Rabu, 8 September 2010 bertepatan dengan 29 Ramadhan 1431 H, pukul 17.30 WIB.

“Saat matahari terbenam hari Rabu, di seluruh wilayah Indonesia, hilal masih di bawah ufuq, antara (-2,5) sampai (-4) derajat. Jadi, sangat tidak mungkin hilal dapat dilihat”, jelas Wahyu Widiana.

“Oleh karena itu, penetapan 1 Syawal akan didasarkan pada istikmal, yaitu menggenapkan bilangan hari bulan Ramadhan menjadi 30 hari”, tambah Wahyu. “Hari Kamis adalah tanggal 30 Ramadhan dan merupakan hari akhir berpuasa”, imbuhnya lagi.

Kemungkinan adanya perbedaan.

Wahyu Widiana juga menjelaskan bahwa secara mainstream, umat Islam akan bersatu dalam berhari raya. Namun, tambahnya, tidak menutup kemungkinan masih ada kelompok-kelompok umat Islam yang berlebaran, berbeda dengan mainstream tersebut.

Walaupun kelompok-kelompok itu jumlah anggotanya kecil, tapi perbedaan ini menjadi “good news” bagi media. “Sehingga, gaungnya menjadi besar”, kata Wahyu.

Wahyu memberi contoh, kemungkinan perbedaan itu (kalau terjadi, red) pada dasarnya ada dua macam. Pertama, kelompok ahli hisab yang berpedoman pada ijtima’ qobla ghurubisysyamsi.

Sistem ini menyatakan jika ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam, maka saat matahari terbenam, hilal akan berposisi di atas ufuq. Semakin lama jarak antara saat ijtima dengan saat matahari terbenam, posisi hilal akan semakin tinggi di atas ufuq.

Jadi, kata Wahyu, karena ijtima awal Syawal terjadi sekitar pukul 17.30 WIB, maka saat matahari terbenam, (menurut sistem ini) posisi hilal sudah di atas ufuq, walaupun hanya sekitar ¼ derajat. “Dalam perkembangan Ilmu Hisab, sistem hisab seperti ini disebut sebagai Sistem Hisab Taqribi”, jelasnya. Menurut sistem ini, lebaran jatuh pada hari Kamis.

Image

Kedua, kelompok-kelompok lainnya yang karena keyakinannya terhadap cara-cara tertentu dalam menentukan awal bulan qomariyah maka dapat berbeda dengan mainstream.

Cara-cara ini bermacam-macam. Di antaranya, ada yang dinamakan “sistem hisab lima”. Misalnya, jika tahun lalu lebaran bertepatan dengan hari Ahad, maka tahun ini bertepatan dengan hari Kamis. Caranya dengan mengitung lima hari berikutnya: AHAD, Senin, Selasa, Rabu, KAMIS. Kalau lebaran tahun ini Kamis, maka tahun depan pasti Senin.

Cara lainnya ada juga yang melihat gejala alam yang diyakini sebagai pertanda datangnya awal atau akhir bulan qomariyah, seperti pasang-surut air laut. Cara inipun seringkali berbeda dengan mainstream.

Jadi, jelas Wahyu, berdasarkan keyakinan perhitungan atau gejala alam yang dilihatnya, lebaran tahun ini bagi kelompok-kelompok tersebut dapat saja terjadi sebelum atau setelah hari Jum’at. Berbeda dengan mainstream.


Hakim Pengadilan Agama Harus Hati-hati Dalam Mengitsbat Kesaksian Rukyat.

Image“Oleh karena itu, saya minta agar para hakim agama memahami semua ini, dan harus berhati-hati di dalam memeriksa, menerima atau menolaknya, jika ada yang melapor telah melihat hilal”, pinta Wahyu Widiana.

Semua ahli hisab yang mu’tabar dan para ahli astronomi, menyatakan pada hari Rabu besok, hilal masih di bawah ufuq. Jadi tidak mungkin untuk dapat dilihat.

Dalam beberapa pertemuan yang lalu-lalu, kata Wahyu, para anggota Badan Hisab Rukyat sepakat bahwa jika ada orang yang mengaku telah melihat hilal, sedangkan semua sistem hisab yang qoth’iy sepakat menyatakan hilal tidak mungkin dilihat, maka pengakuan itu harus ditolak.

“Hal ini bisa dilihat antara lain dalam Kitab Awailusysyuhuril ‘Arabiyah, karya Ahmad Muhammad Syakir hal 9, yang mengutip pendapat As Subkiy dalam kitab Fatawanya Juz I hal 219-220. Juga bisa dilihat dalam Buku Almanak Hisab Rukyat, terbitan Ditjen Badilag MA-RI, halaman 20-21”, jelas Wahyu Widiana sambil memperlihatkan bukunya.

Berkaitan dengan itu, kepada para hakim, Wahyu Widiana juga menyarankan untuk membaca artikel yang pernah ditulisnya tahun 1993, berjudul “Beberapa Faktor Yang Menyebabkan Ditolaknya Laporan Rukyat”. Artikel selengkapnya, KLIK DISINI .

Artikel ini dimuat pada Majalah Mimbar Hukum tahun 1993 dan juga dimuat pada buku “Selayang Pandang Hisab Rukyat” halaman 178-189, yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Peradilan Agama tahun 2004, atau seringkali dikutip dalam buku-buku hisab rukyat lainnya.

Di akhir bincang-bincangnya dengan Badilag.net, Wahyu Widiana yang sejak tahun 2000-2005 menjabat sebagai Ketua Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, mengharapkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menunggu penetapan 1 Syawal 1431 yang akan disampaikan oleh Menteri Agama, Rabu malam besok.

Kepada semuanya, terutama kepada keluarga besar peradilan agama di seluruh pelosok Nusantara, Wahyu Widiana menyampaikan ucapan “Selamat Idil Fithri 1 Syawal 1431 H, taqabbalallohu minna waminkum, shiyamana wa shiyamikum. Mohon maaf lahir batin”. (Adli Minfadli Robby).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar