Bismillahirrahmanirrahim. ------ Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ---- Ahlan wa sahlan wa marhaban biqudumikum lana. Selamat datang di blog ini, semoga bisa memperoleh hikmah di dalamnya.----

Senin, 20 September 2010

Refleksi Haul Guru Tua (SIS. Aljufri)

Oleh : Ibrahim Ahmad Harun, dari berbagai sumber
 
(Al-Alimul Allamah Alhabib Idrus Bin Salim Al-djufrie)

Kata haul diambil dari bahasa Arab hala-yahulu-haul yang berarti setahun, atau masa yang sudah mencapai satu tahun. Seiring berkembangnya waktu, kata haul biasa digunakan sebagai istilah ritual kegiatan yang berskala tahunan, ataupun memperingati hari wafat atau meninggalnya seseorang yang kita sayangi dan juga orang yang kita hormati (guru, orang tua, ulama, para shalihin, atau waliyullah ).

Bagi warga (Abna’) Alkhairaat, setiap tahun setelah hari raya Iedul Fitri, tepatnya 12 Syawwal, ribuan umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur dan sebagian barat berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya, menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin Salim Al Djufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.

Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin Salim Al Djufri atau dikalangan abnaul khairaat dikenal dengan sebutan GURU TUA adalah pendiri Alkhairaat yang lahir di Taris, Hadramaut, Yaman Selatan pada 14 Sya'ban 1319 Hijriah atau 18 Maret 1891 Miladiah.

Guru Tua, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama dan cinta ilmu pengetahuan, anak kedua dari pasangan Sayed Salim bin Alawy --seorang mufti di Hadramaut-- dengan Andi Syarifah Nur-- putri keturunan seorang raja di Sulawesi Selatan, yang bergelar Arung Matowa Wajo-- ini sarat dengan pengetahuan keagamaan.

Sejak muda, Guru Tua dikenal memiliki wawasan yang luas dan sudah menghafal Alquran. Beliau juga ahli di bidang Fikih.

Karena terjadi pergolakan politik di negaranya ketika itu, akhirnya ia dibuang oleh Inggris dan disuruh meninggalkan Yaman Selatan. Karena kerinduannya pada daerah ibunya, akhirnya Habib Idrus bin Salim Al-Jufri memilih ke Batavia (Jakarta). 

Di Batavia-lah, pertama kali Habib Idrus bin Salim Al-Jufri memainkan perannya. Sejak saat itu, aktivitasnya pun terbilang cukup padat. Ia berpindah dari satu mimbar ke mimbar lainnya untuk mengajarkan agama kepada umat ketika itu. Tahun 1926, menjadi tahun penuh kesibukan Sang Guru Tua.

Dari situ pula, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri berkenalan dan menjadi teman diskusi dengan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy'ari, di Jombang, Jawa Timur. Keduanya kerap kali terlibat dalam pembicaraan, bahkan perdebatan sekitar masalah agama, hingga upaya meningkatkan kualitas umat Islam melalui jalur pendidikan di pesantren.

Tidak hanya itu. Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, melanjutkan lagi dakwah ke Solo, Jawa Tengah dan ia dipercaya membina madrasah Al-Rabithah Al-Alawiyah Cabang Solo. Selain sebagai pengajar, ia juga ditunjuk sebagai kepala sekolah tersebut. (Kini, lembaga pendidikan Al-Rabithah Al-Alawiyah berubah nama menjadi Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro).

Habib Sagaf bin Muhammad bin Salim Al-Jufri, cucu Habib Idrus bin Salim Al-Jufrie--Ketua Utama Alkhairaat, mengatakan, saat itu, di Jawa sudah sangat banyak ulama dan habaib. Akhirnya, tahun 1929, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri kemudian memilih mengajarkan agama di kawasan timur Indonesia. Ia memulai perjalanan ke Ternate, Maluku Utara. Beberapa saat mengajar di daerah kesultanan Islam itu, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri kemudian memilih melanjutkan perjalanan lagi ke Donggala, Sulawesi Tengah.

Di Donggala ketika itu, masyarakat masih hidup dalam kepercayaan animisme dan dinamisme. Habib Idrus bin Salim Al-Jufri berpikir, ia harus mengajak umat di Donggala untuk memeluk Islam. Akhirnya, ia mendekati para tokoh masyarakat setempat, sampai akhirnya menikah dengan putri Donggala dari keturunan raja setempat. "Beberapa saat kemudian, Guru Tua menyampaikan keinginannya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam," kata Habib Saggaf bin Muhammad Al-Jufri yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Tengah ini. 

Gagasan itu disambut positif para tokoh masyarakat. Maka berdirilah sebuah madrasah yang diberi nama Alkhairaat. Madrasah Alkhairaat yang pertama ini diresmikan pada 14 Muharram 1349 atau 1930 miladiyah. Dari situlah, cikal bakal berdirinya ribuan madrasah dan sekolah Alkhairaat di kawasan Timur Indonesia. 

Data dari Pengurus Besar Alkhairaat menyebutkan, saat ini telah berdiri 1.816 madrasah dan sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) serta Universitas Alkhairaat. "Semuanya tersebar dari Palu hingga Papua, dan pusatnya berada di Palu" kata Habib Saggaf bin Muhammad Al-Jufri. 

Kini, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri telah tiada. Beliau telah wafat pada hari Senin 12 Syawal 1389 Hijriyah atau 22 Desember 1969. Sang Guru Tua hanya bisa meninggalkan karya besar yang tak bergerak bernama Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat dan karya bergerak, yaitu ratusan ribu santri dan alumni Alkhairaat. "Suatu ketika beliau ditanya soal karya berupa buku, beliau hanya menjawab, karya ku adalah Alkhairaat dan murid-muridku yang selalu mengajarkan agama kepada umat," kata Habib Idrus bin Salim Al-Jufri.

Ulama besar itu telah telah lama meninggalkan kita. Akan tetapi, sebenarnya ia tidak benar-benar meninggalkan kita. Nama besar dan wasiatnya yang ”abadi”, akan selalu menemani kita. Itulah sebabnya, tidaklah berlebihan kalau Guru Tua disebut sebagai anugerah dari Tuhan untuk kita Abna’ Alkhairaat khususnya dan umat Islam umumnya, Pada momentum haul ini, mari kita bersama-sama berdoa, Semoga Allah SWT memberi tempat yang mulia kepadanya. Amin.

Kamis, 16 September 2010

MARI TINGGALKAN RIBA'

MARI TINGGALKAN RIBA’
(Ibrahim Ahmad Harun, dari berbagai sumber)

Seluruh Ulama telah sepakat (ijma’) menyatakan bahwa bunga bank yang banyak dipraktekkan saat ini termasuk kepada riba, bahkan menurut mereka, bunga bank yang ada sekarang lebih zalim daripada riba jahiliyah. (lihat juga fatwa MUI, 2003). Lebih tiga ratusan ulama (ahli ekonomi Islam) terkemuka sedunia, sejak tahun 1973 telah menyepakati keharaman bunga bank. Lebih dari 30-an kali konferensi, seminar dan simposium internasional yang telah digelar, menyepakati kepastian haramnya bunga bank, karena sistem ini telah membawa mudharat yang besar bagi perekonomian dunia dan negara-negara yang menjadi korban sistem ribawi. Keburukan sistem bunga yang demikian telah begitu nyata, sehingga tidak ada celah sedikitpun untuk membolehkannya. Keyakinan para ulama semakin mantap dan pasti tentang keharaman bunga bank. (Kajian ilmiah dan komprehensif tentang keharaman bunga bank diuraikan pada tulisan-tulisan yang lain, karena rubrik ini spacenya terbatas)
Sebagai solusi atas eliminasi riba dalam perekonomian, para pakar ekonomi Islam merumuskan konsep lembaga-lembaga keuangan bebas riba. Hasilnya sangat luar biasa. Dalam tempo sekitar 30 tahun, lembaga perbankan Islam misalnya telah berkembang di 75 negara dengan pertumbuhan yang fantastis, 15 % pertahun. Kini seluruh asset bank syariah diperkirakan mencapai 1 trilun dolar US.
Dulu ada pendapat bunga bank boleh dengan alasan darurat. Sekarang alasan darurat telah hilang, sebab bank Islam tanpa bunga telah hadir di hadapan kita, yakni bank-bank syariah dan LKS lainnya.
Saat ini, di tengah umat Islam telah berdiri bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya, maka menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengamalkan ajaran syari’ah Islam dan meninggalkan riba yang diharamkan.

Banyak dalil Alqur’an maupun Hadits yang menjelaskan keharaman riba diantaranya sebagai berikut :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman juga:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.” (Al-Baqarah: 278-279)

Sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tinggalkanlah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasul?. Beliau menjawab, syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri ketika peperangan berkecamuk, menuduh wanita suci berzina”. (HR..dari Abu Hurairah).

Dalam hadits riwayat muslim bahwa Jabir berkata, “Rasulullah melaknat dan mengutuk orang memakan riba (kreditur) dan orang yang memberi makan orang lain dengan riba (debitur). Rasul juga mengutuk pegawai yang mencatat transaksi riba dan saksi-saksinya. Nabi SAW bersabda, “Mereka semuanya sama”.

Selanjutnya, Abbdullah bin Mas’ud memberitakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, sedang yang paling ringan ialah seorang yang menzinai ibunya sendiri”. (HR.Ibnu Majah dan Hakim).

Dalam hadits lain Nabi barsabda, “Empat golongan yang tidak dimasukkan ke dalam syorga dan tidak merasakan nikmatnya, yang menjadi hak prerogatif Allah, Pertama, peminum kahamar,Kedua pemakan riba, Ketiga, pemakan harta anak yatim dan keempat, durhaka kepada orang tuanya”.(H.R. Hakim).

Abdullah bin Hanzalah, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Satu dirham riba yang diambil seseorang, maka dosanya di sisi Allah lebih besar dari tiga puluh enam kali berzina yang dilakukannnya dalam islam”.(H.R. Darul Quthny)

Diriwayatkan oleh Anas bahwa Rasulullah SAW telah berkhutbah dan menyebut perkara riba dengan bersabda,”Sesungguhnya satu dirham yang diperoleh seseorang dari riba, lebih besar dosanya di sisi Allah dari tiga puluh enam kali berzina. Dan sesungguhnya sebesar-besar riba ialah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (H.R. Baihaqi dan Ibnu Abu Dunya).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepada mereka”.(H.R. Hakim)

Dari dalil-dalil yang dikemukakan di atas begitu besarnya dosa bunga bank (riba), maka menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar bagi orang-orang yang beriman untuk segera hijrah ke sistem ekonomi syari’ah. Dalam bidang perbankan, kita telah memiliki sistem perbankan Islami yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah Islam.
Dalam proses hijrah ini, banyak hambatan yang kita dihadapi, antara lain adanya pandangan dangkal orang awam yang tidak mengerti ekonomi dan perbankan Islam. Mereka menganggap bahwa Bank Islam sama saja dengan perbankan konvensional. Padahal dalam penelitian ilmiah, khususnya dari ilmu ekonomi makro dan moneter, bank Islam memiliki puluhan keunggulan yanag tidak dimiliki bank konvensional. Bank Islam benar-benar berbeda dengan bank konvensional, jika dikaji secara ilmiah dan mendalam. Tidak mungkin ratusan pakar ekonomi Islam se-dunia sepakat untuk kesesatan. Mereka senantiasa mengajak umat ke jalan yang benar. Mereka dalam kitab-kitabnya sepakat tentang kezaliman bank sistem bunga, baik secara mikro apalagi secara makro.
Mudahan-mudahan di bulan yang penuh berkah ini, Allah memberi hidayah kepada kita untuk hijrah ke lembaga –lembaga keuangan Islam yang bebas riba. Bagaimana mungkin Allah menerima puasa kita sementara kita mengamalkan dosa besar yang sangat dibenciNya.






Selasa, 07 September 2010

1 Syawal 1431 H

Ahli Hisab Sepakat, 1 Syawal 1431 H = Jum’at, 10 September 2010



Jakarta | badilag.net (7/9/2010)

Walaupun penetapan 1 Syawal 1431 H baru akan ditetapkan secara resmi oleh Menteri Agama besok (Rabu) malam, namun secara hisab sudah dapat ditentukan bahwa lebaran tahun ini akan bertepatan dengan hari Jum’at, 10 September 2010.

Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, menyatakan pagi ini kepada Badilag.net, di kantornya, Jalan Pegangsaan Barat 30, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut perhitungan astronomi, ujar Wahyu Widiana, ijtima’ menjelang awal Syawal 1431 H, jatuh pada hari Rabu, 8 September 2010 bertepatan dengan 29 Ramadhan 1431 H, pukul 17.30 WIB.

“Saat matahari terbenam hari Rabu, di seluruh wilayah Indonesia, hilal masih di bawah ufuq, antara (-2,5) sampai (-4) derajat. Jadi, sangat tidak mungkin hilal dapat dilihat”, jelas Wahyu Widiana.

“Oleh karena itu, penetapan 1 Syawal akan didasarkan pada istikmal, yaitu menggenapkan bilangan hari bulan Ramadhan menjadi 30 hari”, tambah Wahyu. “Hari Kamis adalah tanggal 30 Ramadhan dan merupakan hari akhir berpuasa”, imbuhnya lagi.

Kemungkinan adanya perbedaan.

Wahyu Widiana juga menjelaskan bahwa secara mainstream, umat Islam akan bersatu dalam berhari raya. Namun, tambahnya, tidak menutup kemungkinan masih ada kelompok-kelompok umat Islam yang berlebaran, berbeda dengan mainstream tersebut.

Walaupun kelompok-kelompok itu jumlah anggotanya kecil, tapi perbedaan ini menjadi “good news” bagi media. “Sehingga, gaungnya menjadi besar”, kata Wahyu.

Wahyu memberi contoh, kemungkinan perbedaan itu (kalau terjadi, red) pada dasarnya ada dua macam. Pertama, kelompok ahli hisab yang berpedoman pada ijtima’ qobla ghurubisysyamsi.

Sistem ini menyatakan jika ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam, maka saat matahari terbenam, hilal akan berposisi di atas ufuq. Semakin lama jarak antara saat ijtima dengan saat matahari terbenam, posisi hilal akan semakin tinggi di atas ufuq.

Jadi, kata Wahyu, karena ijtima awal Syawal terjadi sekitar pukul 17.30 WIB, maka saat matahari terbenam, (menurut sistem ini) posisi hilal sudah di atas ufuq, walaupun hanya sekitar ¼ derajat. “Dalam perkembangan Ilmu Hisab, sistem hisab seperti ini disebut sebagai Sistem Hisab Taqribi”, jelasnya. Menurut sistem ini, lebaran jatuh pada hari Kamis.

Image

Kedua, kelompok-kelompok lainnya yang karena keyakinannya terhadap cara-cara tertentu dalam menentukan awal bulan qomariyah maka dapat berbeda dengan mainstream.

Cara-cara ini bermacam-macam. Di antaranya, ada yang dinamakan “sistem hisab lima”. Misalnya, jika tahun lalu lebaran bertepatan dengan hari Ahad, maka tahun ini bertepatan dengan hari Kamis. Caranya dengan mengitung lima hari berikutnya: AHAD, Senin, Selasa, Rabu, KAMIS. Kalau lebaran tahun ini Kamis, maka tahun depan pasti Senin.

Cara lainnya ada juga yang melihat gejala alam yang diyakini sebagai pertanda datangnya awal atau akhir bulan qomariyah, seperti pasang-surut air laut. Cara inipun seringkali berbeda dengan mainstream.

Jadi, jelas Wahyu, berdasarkan keyakinan perhitungan atau gejala alam yang dilihatnya, lebaran tahun ini bagi kelompok-kelompok tersebut dapat saja terjadi sebelum atau setelah hari Jum’at. Berbeda dengan mainstream.


Hakim Pengadilan Agama Harus Hati-hati Dalam Mengitsbat Kesaksian Rukyat.

Image“Oleh karena itu, saya minta agar para hakim agama memahami semua ini, dan harus berhati-hati di dalam memeriksa, menerima atau menolaknya, jika ada yang melapor telah melihat hilal”, pinta Wahyu Widiana.

Semua ahli hisab yang mu’tabar dan para ahli astronomi, menyatakan pada hari Rabu besok, hilal masih di bawah ufuq. Jadi tidak mungkin untuk dapat dilihat.

Dalam beberapa pertemuan yang lalu-lalu, kata Wahyu, para anggota Badan Hisab Rukyat sepakat bahwa jika ada orang yang mengaku telah melihat hilal, sedangkan semua sistem hisab yang qoth’iy sepakat menyatakan hilal tidak mungkin dilihat, maka pengakuan itu harus ditolak.

“Hal ini bisa dilihat antara lain dalam Kitab Awailusysyuhuril ‘Arabiyah, karya Ahmad Muhammad Syakir hal 9, yang mengutip pendapat As Subkiy dalam kitab Fatawanya Juz I hal 219-220. Juga bisa dilihat dalam Buku Almanak Hisab Rukyat, terbitan Ditjen Badilag MA-RI, halaman 20-21”, jelas Wahyu Widiana sambil memperlihatkan bukunya.

Berkaitan dengan itu, kepada para hakim, Wahyu Widiana juga menyarankan untuk membaca artikel yang pernah ditulisnya tahun 1993, berjudul “Beberapa Faktor Yang Menyebabkan Ditolaknya Laporan Rukyat”. Artikel selengkapnya, KLIK DISINI .

Artikel ini dimuat pada Majalah Mimbar Hukum tahun 1993 dan juga dimuat pada buku “Selayang Pandang Hisab Rukyat” halaman 178-189, yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Peradilan Agama tahun 2004, atau seringkali dikutip dalam buku-buku hisab rukyat lainnya.

Di akhir bincang-bincangnya dengan Badilag.net, Wahyu Widiana yang sejak tahun 2000-2005 menjabat sebagai Ketua Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, mengharapkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menunggu penetapan 1 Syawal 1431 yang akan disampaikan oleh Menteri Agama, Rabu malam besok.

Kepada semuanya, terutama kepada keluarga besar peradilan agama di seluruh pelosok Nusantara, Wahyu Widiana menyampaikan ucapan “Selamat Idil Fithri 1 Syawal 1431 H, taqabbalallohu minna waminkum, shiyamana wa shiyamikum. Mohon maaf lahir batin”. (Adli Minfadli Robby).

Hadits 3 resep Iman

Tiga Resep Iman
قال الإمام البخاري ـ رحمه الله ـ في (كتاب الإكراه) من صحيحه:
حدثنا محمد بن عبد الله بن حوشب الطائفي حدثنا عبد الوهاب حدثنا أيوب عن أبي قلابة عن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلاّ لله، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار)).

Ada tiga hal yang apa bila ada pada diri seseorang maka dia akan merasakan lezatnya iman :
1. Hendaknya menjadikan Allah SWT. dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selain keduanya;
2. Hendaknya mencintai atau tidak mencintai seseorang karena Allah SWT;
3. Dan membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana benci untuk dicampakkan ke dalam api neraka.